Apakah menjadi guru TPQ tugasnya bakalan enteng? Kelihatannya sangat mudah. Datang, mengajar, selesai, lalu pulang, begitulah rutinitas setiap hari. Taman Pendidikan AlQuran kebanyakan santrinya adalah anak taman kanak-kanak sampai sekolah dasar. Jarang ditemukan santri TPQ sudah berusia SMP. Menurut survei di TPQ tempat aku mengajar, anak menginjak kelas 6 sudah jarang datang ke TPQ dengan berbagai jurus. Ada pelajaran tambahan dari sekolah, les ekstrakurikuler diluar, sampai alasan capek karena pulang sore.
Bagaimana sudah muncul tantangan untuk guru TPQ? Maka dari itu tidak heran kalau kebanyakan TPQ menerima santri yang masih berusia 3 tahun. Dengan harapan anak tersebut bisa awet lumayan lama di TPQ. Syukur-syukur masuk SMP sudah tuntas mengaji, tinggal melancarkan saja. Namun pada kenyataannya tidak semudah di lapangan.
Mengaji adalah kegiatan monoton yang dilakukan secara berulang. Perlu ketalenan, kesabaran baik dari santri atau pengajarnya. Ada santri ketika diajari satu kali langsung paham, ada santri buat naik jillid memerlukan waktu 1 sampai 2 tahun lamanya.
Anak diajari mengajari sedari kecil bagai mengukir diatas air, dibanding saat dewasa mengaji bagai mengukir diatas batu karena susahnya lidah mengucap. Fix tidak bisa dibantah pepatah itu.
Memfasihkan lidah anak-anak dibawah umur
Tugas guru TPQ adalah melancarkan dan men-fasihkan lidah anak-anak TPQ. Rata-rata anak yang yang diantarkan ke TPQ adalah anak-anak masih imut wajah dan kelakuannya. Ada orangtua hanya menitipkan anaknya ke TPQ selama beberapa minggu, bila dirasa cocok dengan lingkungannya barulah orangtua mendaftarkan anaknya ke TPQ.
Memfasihkan bacaan hruf hijaiyah khususnya huruf yang punya kemiripan.
ا dan ع
Ø dan Ø®
ث dan س
س dan ش
ص dan ظ
Huruf-huruf diatas adalah huruf bagi beberapa anak-anak agak kesusahan. Dalam satu kali pertemuan tidak semua anak langsung fasih mengucapkan, kadang bisa berminggu-minggu anak baru fasih melafalkan.
Mengenalkan Aturan Mengaji
Seperti yang kujelaskan tadi kebanyakan anak TPQ adalah anak yang masih dibawah umur sekolah. Anak-anak yang belum mengenal dunia luar beserta aturannya. TPQ bisa jadi lingkungan luar yang dikenal anak sekaligus tempat belajar sebelum mengenal gedung bernama sekolah.
Mengenal jam masuk mengaji. Anak-anak perlu disounding setiap hendak pulang. ada orangtua yang tidak memperhatikan jam masuk TPQ, datang seenaknya pas sudah selesai berdoa. Yang kena hukuman adalah si anak. nah anak tersebut perlu diedukasi jam mengaji, supaya menyampaikan kepada orangtua agar bisa memanage jam mengaji.
Alhasil ketika orangtua tidak segera memberangkatkan anaknya ke TPQ, anak tersebut kemungkinan malu, marah tidak mau masuk kelas karena sudah ketinggalan. Nah hal kecil tersebut bisa membangun jiwa bertanggung jawab, disiplin anak tersebut.
Aturan selanjutnya ketika ustadzah mengeluarkan jurus-jurus password seketika mereka harus tertib. Pola seperti ini harus dilakukan berkali-kali untuk membuat mereka connect. Misalnya “Sikap anak- sholih sholihah” anak-anak otomatis harus diam dan melipat tangannya. Tadanya ustadzah meminta anak-anak diam dan mendengarkan nasihat dari ustadzah. Dengan begitu anak terbiasa diatur, ada waktunya bermain ada waktunya tidak boleh berisik.
Musim Hujan
Problematika rutinan tiap tahun mulai bulan November sampai Maret. Musim penghujan jadi musuh utama para guru TPQ, astaghfirullah hal adzim. Tiap musim hujan santri yang datang sangat sedikit, bahkan tidak ada yang datang. Bagaimana perasaannya datang ke TPQ kondisi hujan deras, rumah jauh dari TPQ, sampai TPQ tidak ada santri? Pasti kecewa. Sebagai harus legowo, mau bagaimana lagi berapapun yang datang harus diajari.
Di satu sisi memaklumi kondisi alam, di satu sisi orangtua enggan memberangkatkan santrinya mengaji. Tapi sebagai guru tidak boleh seenaknya ikutan tidak datang bila hujan deras, bisa-bisa diberi label ustadzah malas.
Hal tersebut jadi pemicu tersandetnya pencapaian halaman mengaji. Misal dalam seminggu hujan tiga sampai 4 kali, bisa dibayangkan berapa halaman santri yang tertinggal. Karena hal itulah bisa berdampak ke target kenaikan jilid santri.
Pelajaran BTQ di sekolah
Program sekolah full day sempat jadi problematika besar-besaran. Dianggap merampas jam tidur siang anak-anak, membuat anak-anak kehilangan masa kecilnya. Sempat viral salah satu SD swasta di Sidoarjo meng-agendakan tidur siang di sekolah sebagai wujud mengistirahkan peserta didiknya.
Kelompok paling banyak protes soal full day scholl adalah guru TPQ. Anak sekolah pulang jam 3, satu jam selanjutnya jam TPQ masuk. Alhasil anak ke TPQ makin berkurang.
Sekolah swasta milik ormas lah yang mendominasi full day school akhirnya tidak mengenal dunia TPQ. Belajar mengaji sudah include di sekolah. Padahal fakta di lapangan, mengaji di sekolah tidak akan efektif bila rasio murid dan guru tidak sesuai. Ada materi yag sengaja dilompati, ada anak yang belum lancar justru dinaikkan. Dianggap sudah mengaji di sekolah sudah tidak perlu mengaji sore.
Seperti penjelasan diatas mengaji adalah kegiatan monoton yang apabila diulang-ulang akan semakin teringat di otaknya. Sedangkan di sekolah, dengan rasio guru dan murid tidak sepadan. Ditambah jam mengajar harus berbagi, apakah tuntas dalam satu kelompok tersebut? tidak semuanya pastinya.
Tantangan-tantangan tesebut mungkin tidak akan sebanding dengan guru TPQ berada di pinggiran desa. Tantangan tersebut berlaku untuk TPQ yang berda di perkotaan. Bila TPQ di pingiran Desa, orangtua sangat supportif dan sangat mempertimbangkan mengaji. Ada yang paginya tidak sekolah karena sakit, sorenya bisa datang mengaji masyaAllah. Ingat ilmu dunia digenggam sebagai sangu hidup, ilmu akhirat diraih untuk mengatur hidup.
Terimakasih mba sharingnya. Saya juga merupakan guru TPQ mba. Hal yang paling jadi tantangan itu ketika memfasihkan anak kudu banyak ekstra sabar
BalasHapusLha jangankan jadi guru TPQ dg berbagai karakter anak, jadi huru buat anak sendiri aja lieur kak
BalasHapuscerita yang mengesankan mbak
BalasHapusapalagi "ilmu dunia digenggam sebagai sangu hidup, ilmu akhirat diraih untuk mengatur hidup."
MasyaAllah :)
Jadi inget waktu kecil males banget pergi ngaji ke TPQ. Padahal udah diusahain tidur siang lama-lama eh dibangunin tuk ngaji. Tapi skrg merasa bersyukur dulu belajar di TPQ.
BalasHapusMengajar di TPQ adalah ibadah dan pengabdian. Ketulusan dan telaten mengajar sangat diperlukan, apalagi saat ini.
BalasHapusAku jadi inget dulu TPQ di Bandung tantangannya memang musim hujan Kak. Kalau saat musim hujan, jalan ke TPQ tuh banjir jadi mending nggak berangkat. Mengajar TPQ butuh ketelatenan ya kak, guru TPQ ku dulu juga sabar-sabar banget.
BalasHapusTantangan mengajar jaman sekarang itu memang semakin bervariasi deh. Sulit memang tapi keberkahan dan pahalanya ya, duh salut deh buat para guru TPQ.
BalasHapusMenurut saya tergantung pemahaman orang tuanya juga. Kami di kampung juga guru ngaji. Wah, justru ketemunya orang tua yg kurang bisa diajak kerja sama
BalasHapusYg bisa diajak kerjasama dan penuh pengertian justru orangtuanya anak pindahan dari kota
Ternyata banyak juga ya tantangan menjadi guru TPQ. Memang padatnya kegiatan anak zaman now seringkali akhirnya justru melalaikan dari ilmu penting ini. Selain guru, peran orangtua pun juga jadi penting untuk memotivasi agar anak bisa terus belajar membaca dan memahami Al Quran.
BalasHapusKelihatannya mengajar anak anak itu lebih gampang, tapi nyatanya oh tentu tidak. Salut banget deh sama guru guru TPQ, TK, atau PAUD. Kesabarannya itu looo empaat jempol
BalasHapusEkstraaa sabar mbak, apalagi kadang mereka kurang fokus kan. Terus ada aja gangguan dari temennya, dari dia nya sendiri juga sering ngeledek. Tapi sayang banget sama mereka karena mau belajar ngaji dan semangatt buat ketemu gurunya.
BalasHapusJadi inget masa-masa mengaji di TPQ.
BalasHapusAnakku saat ini gak mengalami apa yang aku alami dulu karena sekolahnya full day.
Dan mashaAllaa~
Meskipun TPQ seperti sekolah sore, tapi kenangan akan guru yang mengajar, luar biasa. Selalu sabar menghadapi siswa dan kadang orangtua yang masih saja melanggar aturan karena menganggap mengaji adalah hal setelah belajar. Padahal justru mengaji ini adalah ilmu yang penting untuk bekal dunia akhirat anak-anak, kelak.
setahuku memang kalau di sekolah sudah yang berbasis IT itu mereka tidak ikut TPQ lagi mbak karena sdah belajar di sekolah. Tapi ada juga sih yang tetap daftarin anaknya ke TPQ. Anakku baru masuk TPQ kelas 1 ini juga sih semoga aja dia nggak bosan belajar mengajinya
BalasHapusSaya yang dari beda server nggak pernah belajar ngaji sih, jadi nggak paham juga sama isi artikelnya. Maaf.
BalasHapusSemangat untuk para guru TPQ, walau memang banyak tantangannya, terlebih seperti sekarang faktor cuaca, bisa yuk terus mendedikasikan diri di mana ini jadi amal jariyah yang tak terputus ya pastinya.
BalasHapusSemangat kak, semoga Allah Azza Wa Jalla berikan keistiqomahan. Insha Allah, amal jariyah untuk kakak ketika ilmu yg diajarkan dipraktekkan oleh murid-muridnya
BalasHapusZaman kuliah aku pernah ngajar BTQ buat anak-anak kecil.di sekitar kosan. Dari situ aku merasakan betapa beratnya jadi guru BTQ apalagi anaknya masih kecil banget. Semangat ya kak.
BalasHapusProses mengaji atau pembelajaran agama yang monoton, terutama jika diulang-ulang tanpa variasi, dapat membuat siswa merasa bosan dan kurang bersemangat. Selain itu, kendala dalam rasio guru dan murid di sekolah, bersama dengan pembagian waktu mengajar yang terbatas, bisa mempengaruhi kualitas pembelajaran.
BalasHapus