Hari hari mendengar radio, melihat berita di televisi, media sosial mulai 1 Juli 2022 beli pertalite dan solar harus pakai aplikasi My Pertamina. Katanya agar bahan bakar bersubsidi ini tepat sasaran, pertalite dan solar adalah bahan bakar bersubsidi harga ramah terjangkau yah walaupun untuk mesin kendaraan tidak seberapa efisien sebenarnya. Ditambah kelangkaan pertalite di kalangan penjual botol pinggir jalan, mereka dilarang kulakan pakai jerigen plastik.
Sebagai warna negara yang tidak punya power apa-apa hanya bisa mencurahkan lewat tulisan blog geram aku menyaksikan sikap aturan pemerintah melarang kulakan jerigen. Dulu kulakan jerigen tidak boleh pakai jerigen plastik harus pakai jerigen besi, sekarang dilarang tidak boleh kulakan. Apa mereka yang duduk diatas singgasana sana pura-pura tutup mata melihat kondisi ekonomi masyarakat terpuruk pasca pandemi?. Sama dengan menutup ladang matapencaharian masyarakat, coba mari kita bayangkan lokasi pertama di setiap kecamatan dan titik tidak merata, artinya tidak setiap desa ada pertamina dong.
Nah kalau misalnya mobil, motor mogok kehabisan bensin di jalan raya sepi, jauh dari pom bensin, tentu yang menolong adalah warga yang jualan bensin eceran pinggir jalan. Please jangan samakan kasta kekayaan masyarakat dengan mereka yang tinggal di perkotaan dengan segala kemudahan mencari kebutuhan pokok.
Aturan tertempel di pom bensin “Tidak boleh menyalakan ponsel di dekat pengisian”. Eh gimana sih, jelas tidak boleh menggunakan handphone karena memicu kebakaran. Eh sekarang diharuskan beli bensin pakai aplikasi. Dimana harus top up saldo pastinya supa bisa digunakan, beli bensin aja repot bawa handphone, belum lagi misalnya buru-buru akhirnya kelupaan bawa hp sedangkan tangki bensin tinggal satu garis mana bisa pinjam aplikasi My Pertamina lainnya. Gimaan kalau memori hp penuh tidak bisa instal, belum lagi pas kuotanya habis, nggak malah nambah antrian panjang pula.
Maksud pemerintah ingin bahan bakar bersubsidi harus tepat sasaran untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tapi kenyataan di lapangan ada beberapa kendaran baik mobil atau mobil CC tinggi beli bahan bersubdi yang seharusnya menggunakan bahan bakar non subsidi. Ya beginilah Indonesia saat pembagian bantuan yang kaya mengaku miskin.
Kabarnya 1 Juli 2022 aturan beli pertalite dan solar harus pakai My Pertamina ada 11 kota yang sudah mulai menerapkan tapi belum diterapkan di Jatim. Masih fokus mendata kendaraan mana saja yang layak menggunakan bahan bak bakar bersubsidi. Yakin berjalan mulus?
Beli minyak goreng di pasar pakai peduli lindungi atau KTP kalau nggak ada! Masyallah pemerintah Indonesia sekarang ini ada saja celah menyulitkan masyarakatnya. Orang pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan sehari dengan uang secukupnya yang ada bukan untuk apa-apa. Kendala di minyak goreng harganya selangit, masih loh 1 liter 25.000.
Sebelum masuk pasar harus cek screening lewat hp dulu. Ah betapa ribetnya hidup di negeri sendiri, sudah ditarik pajak bangunan, pajak usaha, pajak kendaraan pula, sekarang privasi data diri juga dirampas pula.
Kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan biar tepat sasaran. Ah bukannya orang-orang atasan yang punya kewenangan untuk menimbun minyak goreng semaunya. Karena hal itu menyebabkan kelangkaan minyak goreng dan harga melambung tinggi.
Orang-orang yang sedang menjabat diatas sana mungkin lagi khilaf azab mendzolimi rakyat kecil. Mereka selalu punya cela untuk mempersulit hidup kian hari, sudah cabai, bawang putih melambung tinggi, harga ayam pun ikutan naik.
ال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا
“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim’” (HR. Muslim no. 2577).
Bapak pusing beli bensin pakai aplikasi, Ibu pusing minyak goreng, anak pusing nyari kerjaan nggak dapat-dapat.
Semakin lama kita hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian besok akan ada apa? bukan seharusnya hidup itu dinikmati? Iya bagi mereka yang berkecukupan. Hidup dengan berbagai syarat tidak jadi masalah, nah loh kita yang masih merangkak dari bawah harus terseok-seok untuk bisa memenuhi kebutuhan.
Ah kita siapa emang pantas menggerutu itu? Kalau diatas sudah memutuskan yang dibawah mau nggak mau harus patuh, walau katanya demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakkyat. Nyatanya dari kita untuk mereka dan keturunannya.
dulu nggak boleh beli pake jerigen, tapi orang-orang pada pinter, belinya pake tangki motor yang gede, terus dijual eceran, gitu aja terus alurnya
BalasHapus