Dari jenjang TK, SD, SMP, SMA pun sama peringatannya tak jauh berbeda. Aku pun mau tak mau harus mengikuti rutinan permainan itu, padahal aku baru sadar sekarang cara memperingati itu sudah mainstream dan waktunya kita generasi bangsa membuka mata membuat sebuah gebrakan baru untuk memperingati hari 10 November.
Lomba menulis dan merealisasikan
Ah menulis? Buat apa sih? Bagi yang belum merasakan faedahnya jelas berkomentar seperti itu. Tapi yang sudah telanjur jatuh cinta sulit deh diutarakan. Sama seperti diriku tempo dulu, menghujat apa fungsinya menulis, eh sekarang malah kecanduan haha
Menulis hal yang tidak bisa lepas sepanjang manusia hidup, bahkan AlQuran saja ditulis firmannya walaupun sudah dihafal oleh beberapa sahabat nabi. Nah bagaimana dengan ingatan dan ilmu yang sudah Allah titipkan pada kita, sudah selayaknya ilmu yang kita miliki kita sebarkan sebagai media dakwah untuk celengan akhirat kelak.
Ada berbagai macam lomba yang diselenggarakan dari mulai menulis puisi, cerpen, essay, karya tulis ilmiah, blog, proposal bisnis. Tapi pertanyaanku sudah lomba-lomba tersebut direalisasikan secara signifikan? Misalnya lomba PKM yang dilakukan mahasiswa, hanya dijadikan ajang memperebutkan dana namun ketika selesai dan berhasil, mana wujud realisasi PKM di masyarakat?
Jadi teringat filmnya Ernest Prakasa berjudul Setip dan Pensil, cukup menggelitik film satu ini. Remaja SMA terdiri 2 kubu saling unjuk gigi kemampuan agar terpilih mewakili sekolah mengikuti lomba essay. Namun yang terpilih haruslah salah satunya, tapi satunya yakni termasuk kelompoknya Ernest tidak berkecil hati tidak terpilih. Justru mereka merealisasikan essay yang mereka tulis di kehidupan nyata.
Membangun sekolah darurat untuk anak-anak jalanan, pengamen, kolong jembatan. Untungnya mereka ini anak-anak tergolong mampu jadi bukan hal sulit membangun sekolah darurat. Yang lebih sulit justru mengajak anak-anak belajar di sekolahan. Mereka bahkan rela memberi imbala uang agar mau bersekolah tapi tidak tidak bertahan lama cara tersebut, hanya satu siswa yang bertahan belajar di sekolah darurat.
Lambat laun peralatan dan perlengkapan bangunan sekolah malah diambil dan dijual diloakkan. Mereka anak-anak jalanan tidak peduli kegunaan pendidikan, mending cari uang lebih nyata hasilnya.
Akhirnya sampai di fase anak-anak jalanan itu hampir tertangkap satpol PP namun dia tertolong karena satu temannya ini mau belajar sendirian di sekolah darurat.
Berkat bantuan temannya inilah mereka berdua bisa lolos kejaran satpol PP. Sejak itu mereka tersadar bahwa membaca dan menghitung adalah ilmu yang membantu mereka.
Kubu yang mewakili sekolah tadi pun menang dan mendapatkan piala megah, sedangkan kubu satunya mereka memang tak mendapat piala tapi mereka mendapatkan penghargaan luar biasa mahalnya dibanding sebuah piala.
Dari film besutan Ernest yang keras sebutannya orang China, mengandung sarkasme bahwa suatu karya jangan hanya diapresiasi diberi uang kemudian selesai, tapi diperjuangkan sampai berguna bagi banyak orang.
Lomba membuat resume webinar dengan teknik mind mapping. Semenjak pandemi kegiatan sosialiasi, edukasi, seminar dilakukan secara daring via zoom atau google meet. Sudah bukan jadi alasan mencari ilmu tapi bingung mau gimana gimana. Tinggal kitanya aja siap nggak jadi manusia ber-ugrade.
Namun ada cara unik agar ilmu yang kita tidak lepas begitu saja. Yap ditulis! Dengan teknik mind mapping. Cara mencatat cukup simpel, karena kita hanya perlu mencatat poin poin yang disampaikan pemateri.
Bisa dijadikan lomba? Oh bisa. Apa tujuannya? Anak-anak bisa berkreasi dalam berkata-kata, tidak monoton mencontek tulisan yang dijelaskan. Karena selama ini, teknik mencatat jika diperhatikan modelnya berjajar baris dari kanan ke kiri. Berbeda jika mereka mencatat dengan model mind mapping.
Selain itu, melalui mind mapping anak-anak bisa membuat resume luar biasa dari yang tidak biasa. Pengembangan ide mereka akan jauh imajinatif dan tersampaikan.
Karnaval pakai kostum profesi. Poin ini yang paling terngiang. Karnaval memakai kostum profesi, dimana profesi itu nggak jauh jauh dari polisi, tentara, dokter, astronot, pramugari, pelaut. Gimana ya? Ya adat karnaval seperti ini memang sudah turun temurun, dan kostum yang dikenakan ya itu itu aja.
Padahal profesi itu beragam banget, apalagi semenjak muncul pandemi makin beragam. Dari mulai penulis, konten creator, digital marketing, bisnis online, reviewer, blogger, dan masih banyak lagi. Tapi kalau ditanya apa kostum profesi seperti itu? Yang pasti ini free dong, nggak ada kostum paten. Tapi kembali tujuan memakai kostum seperti polisi dan kawan kawannya adalah pemacu anak anak untuk menggapai cita cita masa depannya.
Keadaan sudah berubah, profesi agung seperti dokter, polisi, tentara, tidak semudah yang mereka lihat, ya iyalah namanya cita-cita. Tapi bukan itu titik permasalahannya, aku merasa ada semacam kasta profesi di tengah masyarakat, seolah-olah yang profesinya berpakaian rapi, bersih mereka layak dihormari sedangkan mereka yang profesinya harus panas-panasan, kotor mereka layak tidak dihiraukan.
Nggak percaya? Coba kalian tengok tetangga kalian yang pekerjaannya ojek online atau tukang ambil sampah pasti derajatnya. Bukan bermaksud merendahkan profesi semacam itu, nyatanya penilaian profesi kantoran dan ber AC jauh lebih diunggulkan.
Bagaimana dengan tolak ukur kebaikan pribadi seseorang? Apa bisa diukur dengan melihat profesi? Nyatanya tidak juga, semua bertolak belakang tapi melihat kondisi sekarang pekerjaan kantoran, di pemerintahan itu amat sulit kalau tanpa koneksi.
Alangkah baiknya karnaval kostum profesi diubah dengan acara kelas inspirasi. Menujukkan kepada para siswa profesi itu luas sekali selain pelaut, polisi, tentara, dengan menghadirkan profesi blogger, writerpreneur, digital marketing, bisnis onlineshop, konten kreator dll. Dengan begitu anak-anak punya referensi cita-cita yang tidak itu itu saja.
Wah, bagus banget ya lomba-lombanya. Waktu sekilah dulu sering ngedumel kalau ada karnaval atau pawai dengan berbagai baju adat atau profesi. Kalau dulu ada lomba-lomba keren kayak sekarang pasti saya semangat ikutnya
BalasHapus
BalasHapusSekarang lomba-lomba untuk memperingati hari tertentu sudah beraneka ragam ya mba, nggak melulu peragaan busana pahlawan. Lomba resume webinar kok ya menariiik :D.
aku baru tahu ada lomba -lomba seperti itu, jadi menambah informasi nih. makasih mom
BalasHapuswah keren ide lomba tentang lomba membuat resume webinar dengan teknik mind mapping, bisa jadi inspirasi kalau nanti mau bikin lomba buat muridku
BalasHapusTerima kasih tulisannya
wah kreatif-kreatif, tertarik dgn adny lomba resume webinar bisa memotivasi peserta spya fokus dn tdk hny trtuju pda sertifikatny sja hehee
BalasHapusAku juga suka pakai mind map kalau lagi butuh teori atau masalah yang perlu diurai
BalasHapusLomba membuat resume webinar sepertinya patut dicoba nih.
BalasHapusWah resume webinar dengan mind mapping. Bisa lebih dirinci lagi kak. Sepertinya bagus!
BalasHapuslucu juga ya, kalau karnaval kostum profesi content creator mungkin pakai kaos oblong + celana pendek ;)
BalasHapusBenar juga ya. Lomba menuliskan dan merealisasikannya, sungguh luar biasa.
BalasHapuslomba yang anti mainstream dan kreatif, keren banget
BalasHapusIni bener bsnget kelas inspirasi dg mengenalkan aneka profesi masa kini disertai motivasi agar anak-anak tidak terjerumus pada pergaulan negatif yang merusak masa depan mereka. Dg mengenal adanya beragam profesi semoga anak-anak bisa punya cita2 dan tujuan hidup yg membuat mereka panjang pemikirannya🤗 selain itu anak-anak diajarkan juga tentang bukan soal bajunya saja, tp lebih pada keahlian atau pekerjaannya seperti apa.
BalasHapusPaling jarang menemukan lomba yang kedua, jika lomba menulis dan kostum profesi, kerpa saya temukan.
BalasHapusInspirasi terbaik nih buat adik2 yang masih sekolah 👍
BalasHapus