Jadi guru mengaji itu gak gampang, penuh tantangan, banyak omongan bahkan full cacian dan hinaan. Lah kok bisa? Banyak celahnya untuk seorang guru ngaji dianggap rendahan. Hanya istilahnya saja guru ngaji, yang mengajarkan cara baca alquran pada anak-anak, pada kenyataannya posisi kesejahterannya sangat disayangkan. Astaghfirullahaladzim mulutku. Ingat tujuan awal mengajar ngaji itu apa.
Ada 3 alasan kenapa kamu harus jadi guru mengaji.
1. Hati kamu tenang. Entah ya, aku sendiri merasakannya saat ada dalam lingkaran anak-anak yang belajar mengaji, walau konisi di rumah sedang kalangkabut suasana hati tidak karuan, tapi saat sore hari bertemu anak-anak memakai baju taqwa seketika sumringah di wajah itu muncul. Tak bisa dibohongi aura alquran sebagai pencerahan itu nyata.
Berbeda saat mengajar di sekolah, meski dirumah kerjaan belum selesai, saat di sekolah masih terus kepikiran, sudah berusaha agar hal itu dipikirkan nanti, tapi rasanya susah sekali.
Kondisi ini seperti sebuah keajaiban, jika dikaitkan dengan materi berbeda bandingan antara guru mengaji di TPQ dan di sekolah.
2. Siap dipandang sebelah mata. Soal materi jangan ditanya, kata orang guru ngaji gajinya sedikiti, mana cukup membiayai hidupnya sehari-hari?. Ya memang kenyataannya seperti itu.
Anggapan miring tentang guru ngaji itu adalah asupan nutrisi bagi guru ngaji. Mereka berpandangan dari segi materi, segi amal kebaikan itu tidak terlihat, menyaksikan perjalanan anak-anak dari tidak tahu apa itu ا ب ت sampai bisa membaca bacaan mengandung kalimat غنة (dengung) rasanya itu bahagia tiada tandingan.
3. Ketika kamu diluar sana boleh orang meremehkan guru ngaji, tapi di sekitar lingkungan TPQ kalian dianggap bagai dewa, karena sudah berkenan hadir memberi bantuan bagi generasi masa depan agar tidak melupakan kitab suci alquran.
Para walisantri sangat bersyukur menemukan guru ngaji di TPQ, mereka senang bisa menitipkan anak-anak mereka disana, mengaji bersama teman-teman jelas lebih terasa semangat dibanding mengaji sendiri di rumah.
Sebagai orang yang diamanahi untuk mengajar ngaji selayaknya sebelum terjun sudah punya modal paham tidak cukup baca alquran saja. Mempelajari tajwid dan ghorib harus bisa.
Jika di desa semangat mengaji pada diri anak-anak gampang dimunculkan. Pernah salah satu anak sudah kelas 6 SD mau mengaji di TPQ, karena dia kena mental saat disuruh baca alquran di musholla. Sampai seperti itu kesadaran anak lingkungan desa, dia nggak malu belajar dari nol, sekarang alhamdulillah dia sudah lancar baca di jilid 6 hampir mau ke Alquran masyallah.
Mengaji itu butuh proses tidak bisa sebulan atau dua bulan, bahkan bisa bertahun-tahun tergantung kondisi anak itu sendiri. Selain itu mengaji perlu istikomah, telaten dan tidak mudah menyerah, dengan begitu proses tak akan mengkhianati hasil.
Tapi di tengah kondisi zaman semakin panas, gadget menguasai penuh waktu anak-anak, mempelajari alquran jadi tidak menarik bagi mereka. Katanya, lebih seru main game. Miris melihat anak-anak lebih senang menghadap gadget dibanding kitab suci agamanya.
Kalau bukan kita yang membaca dan mempelajari alquran, siapa lagi. Ketika di alam kubur alquran lah yang menemani dan menerangi kita, maka dari itu sedari dini kita kenalan dengan alquran dengan cara membacanya tiap hari.
Yuk sudah siap dipandang sebelah diluar sana? Tapi disekitar situ. kalian seperti dewa yang kehadirannya amat diagung-agungkan.
Posting Komentar
Posting Komentar