[recent]

Recent Post

3/recentposts

Harga Kedelai Melonjak, Pengrajin Tempe Menjerit

1 komentar

 


Hari kedua di awal tahun 2021 mencuat berita tempe langka di pasar tradisional. Mendengarkan berita dari Radio Suara Surabaya banyak pendengar mengeluhkan tempe yang dijual di pasar sekitaran Surabaya, Sidoarjo kosong semua. hal ini lantaran harga kedelai yang melonjak tinggi, sehingga pengrajin barang turunan kedelai salah satunya produsen tempe memilih tidak produksi. 

Harga kedelai sendiri mengalami kenaikan sebesar Rp. 2000 dari yang sebelumnya Rp. 9.200 per kilogram kedelai impor. Kok kedelainya impor? Harga kedelai lokal harganya lebih mahal (Hudi Sulistyo, Kepala Dinas Pangan Provinsi Jawa Timur). Ditambahkan tidak semua lokasi di Jawa Timur cocok untuk menanam kedelai, biaya produksi mahal, hama yang cukup ganas. Saat di wawancarai Iman (penyiar Suara Surabaya), daerah manakah yang cocok untuk menanam kedelai di Jawa Timur? Hudi Sulistyo tidak bisa menyebutkan daerah mana.

Kalaupun masih ada yang menjual tempe harganya bisa selangit, masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi tempe dengan alasan harganya lebih murah, memilih bahan lain yang harganya lebih terjangkau.

 


Kenapa harga kedelai impor bisa melonjak naik? Karena negara-negara pengimpor kedelai misalnya Amerika, Tiongkok mengalami kendala cuaca tidak menentu, ditambahkan kasus virus Covid19 masih belum teratasi. (Hudi Sulistyo)

Ah mental tempe! Eits jangan salah, bahan baku impor itu.

Kenapa bisa langka? Seperti biasanya produsen, distributor, penjual sebelum ada kenaikan harga pasti sudah ada edaran pemberitahuan atau sekadar omongan. Sudah bisa dipastikan ini hal yang sudah direncanakan.

Lalu apakah ada yang sengaja menimbun? Bisa jadi ada oknum-oknum terkait yangn ingin mengambil keuntungan agar beritanya mencuat.

Jika ada yang tidak tertarik dengan berita diatas. Ah biasa saja! masih ada bahan lain telor, daging, ayam misalnya. Nggak usah latah, ikut-ikutan berteriak tempe kosong di pasaran. Tapi bagi sebagian orang yang ekonomi kelas menengah ke bawah tempe menjadi bahan pangan cukup terjangkau untuk sehari-hari.

Kedengarannya itu hanya kedelai. Itu adalah komoditi pasar, dampaknya cukup luas bagi ketahanan pangan nasional. Karena produk turunan kedelai cukup menyasar konsumsi masyarakat.   

Langkanya bahan bakau kedelai tidak terjadi kali ini saja. Di tahun-tahun sebelumnya juga sudah pernah terjadi hal yang sama. Apakah ini sebuah siklus? jika sudah tahu penyebabnya kenapa masih juga belum teratasi, kalau belum teratasi setidaknya pihak terkati sudah harus mempertimbangkan atau mencanangkan untuk mengurangi resiko kelangkaan seperti ini.

Indonesia negara yang cukup luas lahannya, pertanian, perkebunan menjuntai dari pulai Miana sampai Rote. Timbul pertanyaan, kenapa petani tidak menanam kedelai? Jawabannya masih sama menanam kedelai profit tidak sebanding dengan perawatannya. Belum lagi jika masa panen tiba, harganya anjlok, tentu sangat merugikan panen.

Karena alasan itu petani lebih memilih menanam tanaman yang profit lebih nyata misalnya tanam sayuran, padi, palawija.  

Kebutuhan kedelai mencapai ribuat ton hanya untuk wilayah Jatim. Jika penyebab enggannya petani menanam kedelai adalah tanahnya tidak cocok, hamanya banyak lalu apa kabar dengan teman-teman yang belajar di fakultas pertanian. Pasti mereka mempelajari keilmuwan tentang kontur tanah, jenis tanah, kesuburan tanah.

Banyak akademisi berkecimbung di dunia pertanian dengan berbagai sub bidang pertanian. Itu artinya banyak keilmuwan sering diperbincangkan, kenapa tidak digadeng untuk memberikan solusi masalah  pangan di negri sendiri, kenapa harus impor?.

lylamanzila
Assalamua'alaikum Halo saya Alfimanzila Orang asli Sidoarjo Email: lylamanzila97@gmail.com

Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

  1. Lingkaran setan kedele.

    Petani tidak bisa disalahkan karena mereka berhak menentukan tanaman apa yang mau mereka tanam. Kalau tidak menguntungkan, kenapa mereka harus menanam?

    Mereka yang lulusan dari fakultas pertanian juga tidak bisa disalahkan kalau mereka lebih memilih kerja di Bank daripada bergelut di bidang yang dipelajarinya. Mereka juga sama ingin hidup berkecukupan dan pertanian bukanlah sumber pencaharian ayng bisa memastikan hal itu.

    Akademisi juga ya tidak bisa disalahkan. Lebih enak melakukan penelitian dan dibayar daripada harus mencoba membantu mengembangkan pertanian kedele yang penghasilannya tidak bagus.

    Pertanian tidak lagi merupakan sumber mata pencarian yang menarik bagi banyak orang. Sebuah hal yang wajar banget kalau akhirnya banyak ditinggalkan.

    Masalah utamanya adalah tidak adanya insentif dan upaya terobosan untuk membuatnya menjadi "menarik" bagi banyak kalangan. Padahal di banyak negara, produk pertanian disubsidi , diberi insentif besar besaran, seperti di Cina.

    Masalahnya lagi, negara tidak punya dana cukup untuk mendorong pemberian insentif yang lebih masif bagi petani.

    Jadilah semua sebuah lingkaran setan yang tidak ada putusnya. Semuanya tidak salah karena bagaimanapun manusia berhak menentukan jalan hidupnya.

    Yang diperlukan adalah orang-orang yang mau berpikir di luar kotak dari pola-pola berpikir lama.

    Dan, itu juga menghadirkan masalah lagi, karena untuk melakukan itu, butuh pengorbanan banyak hal, waktu, biaya, dan kerja keras.

    Siapa yang mau?

    BalasHapus

Posting Komentar