Source by Pixabay |
Melayani customer adalah
kewajibanku setiap hari tidak bisa ditolak apalagi mengeluh. Berbagai macam
karakter customer yang harus kuladeni tak terhitung ada berapa ratus kalau
dijadikan emoticon di smartphone. Mungkin jika dilihat dari kacamata
teman-teman semuanya ah kelihatannya mudah kok, “Eh hello nggak semudah
membalik sendal yang habis keinjek”. Bisa dibilang melayani customer dari
lingkup jualan sembako kurang lebih seperti mendeteksi karakteristik orang
lain. banyak kejadian dari suka menjadi duka, yang duka menjadi tawa. Kejadian
demi kejadian yang kerap sekali membawa angin segar disetiap mata yang
menyaksikan. Lalu kejadian apa sajakah yang dilakukan cutomer saat melakukan
transaksi jual-beli di toko sederhana atau yang disebut dengan toko kelontong?
Source by Pixabay |
Main Smartphone. Kusebut smartphone
karena sekarang ini ponsel orang-orang sekarang sedikit sekali yang menggunakan
keypad. Smartphone atau Handphone canggih yang menjadi asupan penting manusia
zaman now mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang tua. Menggunakan
smartphone era saat ini memang tidak bisa dihindari bahkan sangat sulit
dikurangi. Tapi ya main smartphone itu ya lihat kondisi lah. Ini nih kejadian
sering banget pas ku jaga toko. Udah bilang.....
“Beli...beli...”.
“Ya, Mbak/Mas beli apa?”. Udah
berdiri berhadapan dengan customernya, udah siap melayani transaksi. Eh penjualnya
ditinggal main Smartphone, ya kalo sebentar gitu lah ini bisa-bisa sampek lewat
dari 5 menit. ditinggal bales chat dari teman, keluarga, gebetan entah pacar
dan sakpitulunge. Dalam hati batinku berbisik “Kok ya nggak malu, kok ya nggak
empati sama penjualnya eh barangkali penjualnya tadi sedang melakukan pekerjaan
yang lain, kemudian ada pembeli datang, maka pembelilah yang harus didahulukan.
Lah sudah didahulukan eh diduakan sama Smartphonenya”. Hadeeh.
Sesuai mood penjualnya kalo udah
geregetan langsung aja.
“Mbak/Mas jadi beli apa? kalo
ndak jadi bisa minggir dulu gantian dengan yang lain”.
Kalo pas tidak bersamaan dengan
pembeli yang lain, udah kutunggu, kok masih main smartphone nggak selesai-selesai
langsung kutinggal mengerjakan pekerjaan lain. Sampai customernya sadar dan
bilang.
“Mbak saya beli ini sebungkus...”
Hmm kalau jawabnya ketus, sewot
dibilang “Ih yang jual ngeselin, jahat, nggak ramah, coba aja kalau ada rating
seperti di online shop gitu jelas tak kasih bintang satu dan gak bakal ada yang
ngerekomendasikan”. Astaghfirullah.
Source by Pixabay |
Customer Tuman. Ada anggapan
bahwa orang yang jualan itu uangnya banyak, entah itu uang receh atau uang
bernominal besar. Akhirnya tiap orang yang pegang uang bernominal besar, dan
dia bingung harus tuker kemana saat dia membutuhkan uang kecil. Maka pelarian
satu-satunya adalah ke toko kelontong.
“Eh tukerin ke toko itu gih,
pasti ada kok!”.
Sekali dua kali ditukerin, tapi
kalau keterusan yo iku jenenge Tuman. Mbok ya empati gitu loh sama penjualnya. Niat
tuker yang jangan tuker doang. Belum dapat penglaris masih pagi, udah dimintai
tukar uang. Yo jelas gak akan mau orangnya. Kalau memang butuh banget uang
receh dan harus nuker setidaknya ya belilah barang dari penjualnya yang
sekiranya cukup dan tidak kebangetan. Jangan seperti ini....
“Mbak beli shampo Pantene 2
gandeng, Rinso molto satu biji”.
“Sampun?”. “Sudah Mbak”.
“Totalnya Rp. 3000”. Uang yang
dikasih ke penjual Rp.50.000.
Uang lima puluh ribu rupiah
dengan habis belanjaan tiga ribu rupiah, geregetan nggak sih?, mangkel nggak
sih?. Sering dengan terpaksa itu ku kasih kembalian aja sekalian menolong. Eh besoknya
diulangi kayak gitu. Dengan habis belanjaan lima ribu rupiah dan uangnya
seratus ribu rupiah. Kalo saya jadi keluarganya uda ku marahin habis-habisan
itu.
Sebagai catatan
ya teman. Kejadian seperti diatas tidak untuk diulangi lagi, jika pada suatu
hari nanti kita pernah ditolong orang untuk selanjutnya tolong diminimalisir
untuk meriwuki (menganggu orang lain). Jangan jadi manusia Tuman dalam segala
bidang, jadilah manusia yang bergantian memberikan bantuan kepada orang lain. Selalu
kita ingat bersama bahwa pertolongan yang kita dapatkan adalah sinyal kamu
harus berestafet untuk melakukan kebaikan selanjutnya.
Tahan mental. Harus saya sadari nungguk toko sama dengan belajar berbagai macam kharateristik orang banyak. Banyaka belajar, harus lebih banyak mendengar jika bertemu orang yang modelnya pengen menang sendiri, tapi juga tidak boleh terlalu ngalah jika memang dianya yang salah salah satunya ini nih
"Mbak beli mi instan rasa kari ayam".
"Harganya sekarang Rp. 3000 nggh".
"Iya mbak, uda tahu" nada bicara ditinggikan menandakan iye ye udah tau kale gua nggak perlu lo kasih tau.
Niat hati mau memberitahu harga naik jadi Rp. 3000 eh jawabannya sewot begitu. kalau misalnya nggak dikasih tahu harga barangnya naik. jawabnya "Loalah naik lagu, perasaan baru kemaren naik harga sekarang udah naik lagi". Omongannya itu loh seakan-akan menyindir kalo penjualnya mengambil laba kebanyakan. Maklum lah beli di toko rumahan banyak pertanyaannya beda sikap lah kalo belinya di maret-maret gitu walau harga diskon bohongan aja kagak ada tawar-menawar.
Tahan mental. Harus saya sadari nungguk toko sama dengan belajar berbagai macam kharateristik orang banyak. Banyaka belajar, harus lebih banyak mendengar jika bertemu orang yang modelnya pengen menang sendiri, tapi juga tidak boleh terlalu ngalah jika memang dianya yang salah salah satunya ini nih
"Mbak beli mi instan rasa kari ayam".
"Harganya sekarang Rp. 3000 nggh".
"Iya mbak, uda tahu" nada bicara ditinggikan menandakan iye ye udah tau kale gua nggak perlu lo kasih tau.
Niat hati mau memberitahu harga naik jadi Rp. 3000 eh jawabannya sewot begitu. kalau misalnya nggak dikasih tahu harga barangnya naik. jawabnya "Loalah naik lagu, perasaan baru kemaren naik harga sekarang udah naik lagi". Omongannya itu loh seakan-akan menyindir kalo penjualnya mengambil laba kebanyakan. Maklum lah beli di toko rumahan banyak pertanyaannya beda sikap lah kalo belinya di maret-maret gitu walau harga diskon bohongan aja kagak ada tawar-menawar.
Source by Pixabay |
Customer teman. Saat teman
kalian mengetahui kalau aku adalah anak dari penjual toko kelontong. Hayo apa
yang terfikir pada kalian? Gratisan? Potongan? Diskon? Dan sebagainya. Ada kata-kata
manis yang terucap dari teman-teman kita.
“Eh nanti kalau aku beli ini,
jangan kasih harga mahal-mahal ya”.
Sebentar ku beri penjelasan
manusia mampu kok minta gratisan nggak malu sama Tuhan?. Pernah nggak sih
terlintas dibenak kalian eh iya temanku punya usaha ini harusnya aku support
dia bukannya malah menjatuhkan dia dengan...
“Ah kamu, teman sendiri masak
nggak diberi potongan?”. Mungkin sebagian dari kalian pernah terucap kalimat
seperti itu. alhasil yang kutangkap adalah.....
lah dikira yang penjual
kelontong itu labanya selangit apa? kok minta potongan luar binasa. Ku
kasih tahu ya laba penjual kelontong dengan laba home industri itu beda jauh. Laba dari
kelontong itu tidak banyak, karena mereka barangnya kulakan tidak memproduksi
sendiri dan tidak menetapkan harga sendiri sudah ada patokan harga dari pabrik.
Beda dengan home industri atau yang jualan makanan tapi bikin sendiri. Menentukan
harga sendiri dengan produsinya.
Tolong dipahami orang yang berusaha
atau berwirausaha tidak lain tujuannya adalah memenuhi kebutuhannya. Hindari
mengejek, menjatuhkan bahkan mengolok-olok. Sesama muslim adalah saudara maka
dari itu marilah kita sama-sama saling meminimalisi mengucap “Jualan makaroni
ya? mana testernya buat teman sendiri? Masak nggak ada sih! Pelit ah”.
Insyaallah bila ada rejeki teman
kalian akan berbagi, tidak harus dengan cara menyindir meminta gratisan. Tangan
diatas lebih baik daripada tangan dibawah.
Catatan
selanjutnya. Ku sering mendengar cerita, malu karena orangtuanya jualan ini,
jualan itu dan jualan sebagainya. Astaghfirullah tidak sepantasnya seperti itu
harusnya kita bangga. Orang tua kita bekerja keras untuk menghidupi keluarga,
dan sebagai anak kita juga harus mensupport hal positif tersebut. Tidak masalah
dikatain, disindirin bahkan diceukin. Ingat aku dulu pernah di posisi seperti itu,
kemudian perlahan aku sadar bahwa tindakanku dengan mengeluh itu tidak benar. Semua
membutuhkan waktu, tapi tidak semuanya harus menemui waktu.
Sekian cerita
Nungguk Toko the series. Sekelumit kisah dan kasih saya selama menjaga toko
milik orang tua sendiri. Sebuah kebahagiaan tak ternilai bagiku, bagaimana
tidak? ada banyak bonus-bonus pengalaman yang tidak kudapatkan jika di bangku
sekolah ataupun kuliah. Jadi buat kalian yang mengeluh karena sering di sindir “Jaga
toko mulu’ loh, kapan ngetripnya?”. Jawab aja dengan sombong “Sorry yang
liburanku pegang uang, lah liburan kamu hambur-hamburin uang” hahaha.
Hahah suka duka nungguin toko ternyata gitu ya? Semangat terus dalam menggarap usahanya. Semoga dilancarakan dan dimudahkan rezekinya oleh Allah.
BalasHapus