Source by Pixabay |
Tulisan ini adalah seri ketiga
tentang anak yang telahir dari orang tua yang punya usaha bakul (dagangan). Pada
tulisan ini ku akan membahas beberapa adegan yang harus kalian terima
mentah-mentah saat berhadapan dengan konsumen maha benar. Kenapa saya harus
share ini ke kalian? Supaya menjadi sabuk pengaman saat kalian belum/sudah
berjualan salah satunya dengan membuka store offline. Karena dinamika manusia
yang beraneka ragam menuntut seorang penjual harus tegas tapi juga tetap lemah
lembut. Berikut adalah adegan yang sering muncul dari mimik konsumen, kalian
siap?
Jangan itu nak, nanti kamu batuk.
Ketika sang anak bersama orang tuanya pergi ke toko jajan untuk membeli jajan
dan sang anak menunjuk ke arah permen bu aku mau itu si Ibu Jawab jangan –jangan nanti kamu batuk
nggak usah permen. Sadar nggak sih dengan kalian berucap seperti itu depan
penjualnya, kalian sama dengan menghina jualan mereka yang mereka jual untuk
menghidupi keluarganya. Seolah-olah penjual itu menjual makanan yang tidak
layak di konsumsi dan menyebabkan orang sakit.
Kalau memang tidak ingin anaknya
beli permen, boleh kah katakan nak beli permennya lan kali aja ya kalo adek
udah sembuh sekarang beli jajan yang lain aja walaupun mungkin anak akan
berontak setidaknya kalian sudah memberikan pengertian secara logis daripada
mengatakan kalau beli permen nanti gigi kamu bolong, ada uletnya dan segala
hal yang buruk-buruk. Mungkin ada beberapa penjual yang tidak tersinggung
dengan kalimat seperti itu tapi percayalah pasti ada yang tersinggung dan
kalian sebagai konsumen tidak menyadari itu.
Meremehkan barang penjual.
Ada nggak sih? Banyak jawabannya. Adegan ini banyak setting di toko-toko
kebutuhan pokok sehari-hari. That real story, di toko Bu Anwar insyaallah
menjual segala barang kebutuhan pokok manusia. Tiba suatu hari datanglah
seorang Bapak ingin meminjam tabung gas elpiji. Jangan tanyakan dia bawa uang
atau tidak? Betul tidak bawa uang. Apa si penjual meminjamkan? Alhamdulillah
iya. Lho kok bisa? Karena orang itu kerja di deket toko Bu Anwar berjarak
sekitar 200 meter, jadi kalo coba-coba bohong siap-siap aja didatangi dilabrak
habis-habisan hahaha. Lalu bagaimana adegan itu.
Bu, nyeleh elpijine diluk ae!.
(Bu, pinjam tabung elpijinya!)
Lah endi tabung kosongane?. (lho
mana tabung kosongnya?)
Sek gurung entek, mangkane iki
jogo-jogo nyelang disek?. (belum habis, maka dari itu pinjem ini buat jaga-jaga
biar nggak terputus masaknya) Dengan penekanan intonasi sedikit remeh dari
pembeli.
Lek entek langsung gorene balekno
maneh ojok suwe-suwe. (kalau sudah selesai, langsung kembalikan lagi)
Iyo iyo bu, tak balekno langsung,
gae opo seh yoan aku (Iya iya Bu, langsung tak kembalikan lagi, buat apa juga
aku) penekanan antara intonasi suara dan wajah lebih meremehkan lagi.
Duwik e durung?. (Uangnya juga
belum ya?) tanya penjual balik untuk mengingatkan.
Yo durung, engkok ae lek balekno
elpiji, mosok gak percoyo karo aku. (ya belum, sekalian nanti kalau
mengembalikan elpiji, ya kali sampean gak percaya sama saya!) intonasi nyolot
dari pembeli maha benar.
Apa yang bisa kalian peroleh dari
adegan singkat tersebut? silakan kalian jawab di kolom komentar. Perlu digaris
bawahi kalimat buat apa juga! Kalimat ini pendek tapi panjang nylekitnya.
Kalimat gae opo yoan mungkin dari sisi pembeli ingin menunjukkan
kalau dia bermaksud jujur tidak berbohong. Tapi justru berbanding terbalik
dengan maksud yang ditangkap si penjual. Si penjual justru beranggapan orang
ini songong tidak menghargai orang lain secara tidak sadar, jika diulas lagi
dia bilang buat apa juga elpiji si penjual jelas butuh elpiji untuk
diperdagangkan kembali bukannya malah dianggap remeh barang elpiji ini.
Seolah-olah barang yang diperjual belikan ini nggak ada gunanya. Terus kenapa
dia (si pembeli) harus pinjam? Kemudian diakhiri dengan kalimat songong itu.
Seperti dia tidak membutuhkan barang tersebut saja. Hmm.
Nah, penting sekali bukan
berpikir dulu sebelum berbicara. Kedengarannya remeh sekali tapi dampaknya
berkepanjangan. Sebelum mengeluarkan ucapan, ditata dulu kalimatnya. Ingat
lagunya bang rhoma irama!.
Lidah itu sangat tajam
Tajamnya lebih dari pedang
Ya kalau si penjual itu bersikap
bodoh amat, lah beda cerita jika malah tersinggung. Bisa-bisa pas beli lagi
nggak bakal dilayani dengan bagus orang itu.
Pembeli adalah Raja.
Pernah dengar kalimat itu? Pasti sering kan. Menurutku kalimat itu tidak
berlaku. Seseorang yang memiliki usaha sendiri sudah pasti harus memberikan
layanan yang terbaik pada setiap pelanggannya. Baik dari wirausaha paling kecil misal penjual
pentol keliling sampai usaha level up seperti restoran bintang 5. Pembeli
adalah raja, artinya kalo Raja, ngapain Raja susah-susah beli sendiri, kan
gampang suruh pengawalnya aja yang belikan. Ntar kalo Raja kenapa-kenapa
ngilang misalnya, kan kasihan kerajaannya terjadi kekosongan tahta terus
anggota kerajaan bakal saling bunuh untuk memperebutkan tahta. Wkwkwkwk.
Guyonan ya gaess, sekilas itu
tadi pengertian secara harfiah. Thats real story, transaksi terjadi jika
bertatap muka antar pembeli dan penjual (beda lagi jika online shop ya, jangan
di protes apalagi di samain). Pembeli mendatangi toko penjual untuk mencari barang
yang dibutuhkannya dengan nada bicara yang sopan. Apa yang terjadi jika pembeli
tidak mau turun dari motornya alias metangkring tidak ada hal yang menyulitkan
dirinya (misal bawa balita atau barang berat yang tidak bisa ditinggal jika dia
turun dari motor) padahal dia membutuhkan barang yang dijual ditoko tersebut
sedangkan suasana toko riweh dengan pembeli yang membludak. Dan pembeli itu berteriak
minta tolong seenaknya dari atas kendaraannya.
Mungkin nggak sih kalian bakal?
Nggeruneng, atau pura-pura tidak mendengar, sikap seperti itu bisa saja
dilakukan si penjual. Bisa ditolerasi bila pembeli dalam keadaan ribet dan
suasana toko sedang lengang, sangat terjadi penjual dengan senang hati
memberikan barang kebutuhan pembeli. Nah kalau keadaan toko sangat riweh dan
pembelinya minta dilayanin diatas motor atau didalam mobilnya apalagi sambil
main smartphone sangat dimungkinkan bahwa kalimat pembeli adalah Raja di
warning tidak akan berlaku.
Oke arti dari pembeli adalah raja
menurut ku adalah adanya transaksi jual beli sebagai sarana saling menghormati
orang lain. Tidak ada istilah kasta dalam suasana jual beli siapapun pembeli
semua layak di hormati, layak dilayani dengan baik. Penjual dan pembeli adalah
simbiosis mutualisme disamping itu dengan adanya transaksi juga terjadi
interaksi yang terkadang membawa dampak positif misalnya aja info lowongan
kerja gitu.
Penjual tidak ada uang
kembalian. Menjadi penjual harusnyalah sudah menyiapkan keperluan dari A
sampai Z. Persiapan tidak hanya sebatas kelengkapan barang yang akan dijualnya
termasuk juga yang sering sekali dilupakan penjual saat berjualan adalah uang receh
alias uang kembalian, jika pembeli menyodorkan uang bernoinal besar misal Rp.
50.000, Rp. 100.000. katakanlah misalnya ada pembeli membeli kebutuhan barang
pokok sabun cuci dan teman-temannya total Rp. 5000 iya kalo pembeli itu menyodorkan
uang pas, nah kalo pembeli menyerahkan uang Rp. 20.000 kan perlu kembalian.
Alhamdulillah di toko Bu Anwar
berusaha semaksimal mungkin menyediakan uang receh atau kembalian. Fungsinya adalah
agar tidak merepotkan orang lain jika pembeli membeli menggunakan uang
bernominal besar. Nah yang bikin geregetan itu adalah perilaku tuman
bagi para pembeli nakal. Katakanlah dia membeli barang total semuanya Rp. 9000 dan
pembeli menyerahkan uangnya Rp. 100.000 otomatis harus ada kembalian dong. Dikasih
lah kembalian, eh besoknya diulangi lagi beli dengan nominal Rp. 5000 uangnya
50.000. Ini niat beli apa kagak. Ku watermark pembeli semacam ini gak niat beli
tapi niat tuker. Kenapa? Jika sekali masih dimaklumi nah kalo diulangi lagi iku
tuman jenenge. Sebenarnya ada uang pas, tapi kalo beli ke toko ini pasti
pakai uang bernominal besar. Memang dia tidak berempati kalo pembeli lain beli
kalau nggak kebagian uang kembalian gimana??. heran duh.
Dan kalau niat nukerin uang ke
penjual mbok yo kalo beli itu total nominalnya setara gitu loh, jangan
seenaknya. Coba deh kalo dituker posisinya masih baru buka belum ada pembeli
udah minta tukerin uang. Punya empati
dong. Saling-tolong menolong memang dimanapun tapi kalo keseringan jenenge tuman.
Real story, abis maghrib tadi ku beli obat di Apotik totalnya 17000. Nah aku Cuma
bawa lembaran uang Rp, 100.000, ku kasihlah ke mbak petugas Apotik itu. eh mbaknya
bilang.
“Nggak ada uang kecil mbak?”.
Dalam hati kubilang lah
mending itu mbak habis belanjaan saya Rp. 17000 sudah diatas sepuluh ribu, lah
saya dirumah jualan ada yang total belinya Rp. 5000 uangnya Rp. 1000.000. wkwkwk
Kujawab “Maaf nggak ada mbak”. Eh
ada kembalian juga.
Pesannya adalah jadilah manusia
yang tidak selalu merepotkan orang lain dimanapun, sekalipun kita tidak
mengenalnya. Dari sisi penjual, memberikan kembalian terlalu banyak maksudnya
adalah uang recehan itu dibagi untuk yang lain. Misal dia hanya menyediakan
uang kembalian Rp. 500.000 kalo ada 5 pembeli ke lima-limanya uangnya 100.000.
Jelas habis uang recehan penjual itu dan ku yakin pembeli semuanya itu niat
nukerin untuk kepentingan dirinya sendiri aja bukan niat membeli secara ikhlas
dan tulus. Remeh nggak sih? Banget, empati dibangun bukan hanya menolong orang
lain tapi juga mengerti posisi orang lain. (mau nggak ribet kembalian? Pakai e-money. Ogah
dong, sihir uang dong itu)
Masih lumayan dikasih kembalian
walau total belanjaan Rp. 5000 uangnya
Rp. 100.000, kalo dipasar tradisional jelas dibilang nggak ada kembalian terang-terangan.
“Gak onok susuke dek, duwik cilik
ae, kaet bukak iki” (tidak ada kembaliannya dek, uang pas saja baru buka
soalnya) padahal penjual ya ada kembaliannya hanya saja aras-arasen memberi
kembalian. Mungkin penjualnya juga peka, pembeli kadang suka manfaatin pedagang
ya uang recehnya banyak padahal ya belum tentu juga hahaha.
Merusak barang. Aduh
gimana ya, kejadian ini biasanya hanya terjadi pada penjual yang menjual
jajanan kemasan bukan jajan basah ya. seperti snack, chiki permen renteng dll
yang menyegarkan siapapun mata yang memandang. Namanya toko kelontong
pengawasnya ya yang jaga toko itu bukan CCTV seperti indomaret. Kalau tokonya
pas sepi ada hanya satu pembeli kita gampang mengawasi nah kalo pas toko rame
semua pada milih jajan kan jadi agak susah mengawasi satu-satu. Nah kadang
sering terlewat dari pemantauan penjual karena saking lamanya milih jajan,
ditinggal mengerjakan yang lain sebentar tapi ya masih didalam toko itu. Eh pas
udah ditotal barang belajaan dan si pembeli udah pergi. Pas penjualnya ngecek
barang dilihat tahu-tahu jajan ada yang sobek tapi nggak jadi dibeli. Ko tahu? Jelas
tahu kan penjual sendiri yang packing belanjaan pembeli. Gitu tuh nggak
bertanggung jawab, udah disediakan cutter/gunting untuk memudahkan mengambil
jajan biar nggak sobek. Pas sobek ditinggal dan berlagak pura-pura tidak terjadi
kesalahan. Dan ambil jajan lainnya yang masih utuh. Misal katahuan malu parah
tu orang, udah ngambil sendiri robek malah dibiarkan nggak jadi dibeli.
Solusinya adalah penjual harus
waspada betul menghadapi pembeli semacam ini, ketidakjujurannya merepotkan
orang lain. penjual selalu memantau dan mengingatkan pembeli jika terlihat
gelagat kesusahan mengambil jajan, sebagai penjual langsung tanggap dengan
mengingatkan ada silet atau gunting.
Pesannya adalah perilaku jujur
tidak hanya disekolah dan tempat kerja, dimanapun itu ruangnya. Berani mengakui
kesalahan tidak takut untuk ditegur dan diingatkan jika memang berbuat salah,
karena sejatinya berani mengakui kesalahan adalah ciri orang berani mengambil
peranan besar. Dari lingkungan toko inilah salah satu tempat merefleksikan
perilaku jujur yang selama ini hanya bersifat doktrin dan teks tertulis dalam
buku teks.
Ya seperti itulah suka duka dunia
perjualan tantangannya amazing. Siap mencoba?? monggo
Iyes,bener banget artikel ini. Aku dulu pernah jualan mba. Paling gemes kalau calon pembeli meremehkan barang, ujung-ujungnya minta diskon
BalasHapusya ampun ini nyata banget. aku sering lihat ada juga yang ngalami. yang bayar pake pecehan uang yang besar. tapi aku sejak awal bilang sih kalau mau tukar. seringnya dibolehkan, soalnya cuma sesekali. tapi juga gemes kalau penjual ga punya kembalian, padahal cuma kembali 2000.
BalasHapusBelajar jadi pembeli yang baik, nggak rese, hehehe... beberapa hal di atas pernah aku alami sebagai penjual, kadang emang nyebelin.. jadi inget leader marketingku dulu, yang menekankan pembeli ada teman, bukannya raja
BalasHapuskomentar untuk adegan pertama itu, boleh nggak dilempar pakai tabung gas...ehehehehe...ini nanti penganiayaaan ya. Padahal yang beli itu juga udah menganiaya yang jual. dunia oh dunia.
BalasHapusYa namanya jual beli pasti ada baik dan buruknya, kebetulan saya juga berprofesi penjual, kadang2 mengalami hal itu.
BalasHapusYg harus kita tekankan pada diri sendiri agar tidak kecewa adalah: namanya berdagang pasti suatu saat akan rugi dan untung jadi di buat nyantai aja hehe
Hihi saya biasanya jg beli LPG 2 tabung tapi yg 1 tabung masih terpasang. Nanti kalau habis, minta yg jualan buat nyopotin. Ternyata selama ini saya jahat
BalasHapusyes setuju dengan artikel ini... kadang prinsip pembeli adalah raja itu bikin customer semena2
BalasHapusAku pernah mangkel ke sebuah toko gegara urusan kembalian. Waktu lupa beli apa, harusnya 1 item aja, berhubung aku nyadar uangku gede 50.000 an, jd terpaksa nambah2 belanja yang blm kubutuhkan (tapi pasti kupakai) eh itupun masih diprenguti sama ownernya. Kebetulan yg jaga pas owner tokonya. Padahal biasanya kalau mba pegawainya santai aja, kembalian kutinggal, kuambil agak siangan. Atau mbak nya yg suruh aku bayar nanti kl uda ada uang pas. . eh koq malah jd curhat yaa,hehehe
BalasHapusKan jangan coba-coba ngakalin dengan segala cara deh, soalnya kan kita gak tahu ya lawan bicara kita bisa lebih pinter lho, hihi
BalasHapusKlo yg pinjem tabung gas itu kebangetan namanya. Klo saya yg jualan saya gak bakalan ngasih pinjem tabung gas begitu hehehe... Bukan pelit atau apa, Sekali-sekali kita sbg penjual juga harus mendidik pembeli agar kejadiannya gak berulang lagi. Minimal mereka harus punya rasa empati ke penjual.
BalasHapusYang tentang kembalian, tapi kadang ada juga lho penjual yg emang gak ada kembalian, atau ganti nominal uang dengan benda yg tidak sebanding, sebutlah permen. Isshh, dan bahkan ini kadang terjadi di toko besar, isshh gemess.
BalasHapusHehe, kisah tentang dunia jual beli memang macam-macam ya, Mbak. Komentar atau perkataan yyang dari dari pembeli kadang spontan aja, sih. Sebagai penjual, emang harus "tahan banting" dan boleh-boleh saja melakukan protes pada saat kejadian berlangsung. Tentunya dengan cara yg baik agar pembeli juga "tidak lari".
BalasHapusSaya pun termasuk pembeli di warung dan berusaha menghindari hal-hal yg kemubgkkemu bisa "menyulitkan" penjual. Sebaliknya, di sini ada pemilik warung yg pelayanannya kurang bagus. Otomatis, saya pilih warung yg lainnya, dong. Memang harus simbiosis mutualisme, kok
Cerita dunia jual beli emank kaya gitu ya mba,, kadang nyenengin kadang ngenekin.. Saya selalu usahain bawa uang pas ke warung,, kecuali klo mo beli agak banyak bawa selembar uang 100 atau 50 ribu,, biar gak susah di kembalian :)
BalasHapusMenjadi penjual emang harus bermental baja dan punya keinginan yang kuat ya mbak plus harus bisa membaca apa yg diinginkan pembeli biar barang jualan selalu laku.
BalasHapusya benar banget, sayang tulisannya banyak yang saya nggak ngerti... huhuhu... misalnya "ngeruneng" whats the meaning mba? :-D
BalasHapusAq juga punya pengalaman dengan kata, masa nggak percaya. Yang akhirnya penyewa barang di salon ibuku senilai Rp. 2 juta tahun 90-an benar-benar tidak mengembalikan barang ysng disewa....
BalasHapus